KATA
PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan
puja dan puji syukur kita kehadirat Allah swt, karena berkat limpahan rahmat
dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang
“Perkembangan Islam pada Abad Pertengahan” ini dengan baik dan lancar tanpa
kekurangan satu apapun.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk menyelesaikan tugas
pembuatan makalah pada bidang studi Pendidikan Agama Islam. Selain itu
juga,tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita
tentang mengenai Perkembangan Islam pada Abad Pertengahan, agar kita bisa lebih
memahami dan mengenal sejarah-sejarah islam dan perkembangannya pada abad
pertengahan silam.
Dalam pembuatan makalah ini,
Alhamdulillah kami tidak menemui kesulitan berarti. Hanya saja kami harus lebih
giat lagi dalam mengumpulkan bahan-bahan makalah dari referensi lain
seperti internet. Karena materi yang terdapat pada buku cetak Pendidikan Agama
Islam masih kurang lengkap.
Kami berharap untuk kedepannya,
makalah ini dapat menjadi sumber referensi tentang Perkembangan Islam pada Abad
Pertengahan dan juga agar makalah ini bisa menambah wawasan dan
pengetahuan kita lagi. Kami juga menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, maka dari itu kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan
saran dari para pembaca semuanya demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini
ke depannya.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana yang telah kita ketahui
bahwa agama Islam diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril. Sejak saat itulah,Rasulullah SAW mulai menyebarkan agama Islam
ke seluruh penjuru dunia khususnya Jazirah Arab.
Agama Islam mulai berkembang semakin
pesat ke seluruh Arab Saudi, walaupun masih mendapat penolakan dan ancaman dari
para kaum kafir Quraisy. Dengan usaha keras dan pantang menyerah dari
Rasulullah SAW agama Islam telah menyebar ke seluruh penjuru Arab. Hingga
beliau wafat, perjuangan untuk menyiarkan dan mendirikan agama Islam tidaklah
berhenti begitu saja. Sepeninggalan beliau, perjuangan tersebut dilanjutkan
oleh para 4 khalifah yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khatab, Usman bin
Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua hanya mempunyai 1 tujuan yaitu
memperjuangkan agama Tauhid yaitu agama Islam.
Dalam sejarahnya Islam terbagi menjadi ke dalam 3 periode yaitu:
1. Periode Klasik (650-1250 M)
2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)
3. Periode Modern (1800-sekarang)
Sebagai umat Islam yang bertaqwa
kepada Allah SWT, maka kita haruslah juga mengetahui bagaimana perkembangan
Islam, terutama pada abad Pertengahan yang tentunya sangat berperan penting
dalam perkembangan agama Islam sampai sekarang ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana dunia Islam pada abad
pertengahan?
2. Bagaimana perkembangan ajaran Islam
pada abad pertengahan?
3. Bagaimana perkembangan ilmu
pengetahuan pada abad pertengahan?
4. Bagaimana perkembangan kebudayaan
Islam pada abad pertengahan?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dunia Islam pada
abad pertengahan.
2.
Untuk
mengetehui perkembangan ajaran Islam pada abad pertengahan.
3.
Untuk
mengetahui perkembangan ilmu pengethuan pada abad pertengahan.
4. Untuk mengetahui perkembangan
kebudayaan Islam pada abad pertengahan.
D. MANFAAT
1. Membangun semangat keilmuan kembali
atas kejayaan Islam yang telah diperjuangkan oleh para pendahulunya.
2.
Menyadari
betapa pentingnya rasa pesatuan dan kesatuan bangsa, agar tidak mudah terpecah
belah oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
3.
Fanatisme
kesukuan, mazhab, golongan, dan kelompok, hendaknya tidak berlebihan , yang
nantinya akan menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam itu sendiri.
4.
Dapat
mengambil pelajaran yang positif dari para penguasa masa lampau,
5.
Agar
umat Islam dewasa ini tidak lagi mengalami kemunduran, seperti halnya pada abad
pertengahan di berbagai bidang kehidupan.
6. Dengan ilmu pengetahuan, umat Islam
diharapkan dapat maju dan berkembang di masa mendatang, begitu pula dengan
kebudayaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dunia Islam pada Abad Pertengahan
1. Kerajaan Ottoman (Turki)
Kesultanan Utsmaniyah (1299–1923),
atau dikenal juga dengan sebutan Kekaisaran Turki Ottoman, adalah negara
multi-etnis dan multi-religius. Negara ini diteruskan oleh Republik Turki yang
diproklamirkan pada 29 Oktober 1923.
Negara
ini didirikan oleh Bani Utsman (dalam bahasa Inggris: House of Osman atau
Ottoman dynasty), yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya (1299 - 1923)
dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi
beberapa negara kecil.
Kesultanan
ini menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak
kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi. Dengan
Konstantinopel (sekarang Istambul) sebagai ibukotanya, kesultanan ini dianggap
sebagai penerus dari kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Kekaisaran Romawi
dan Bizantium. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah
satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat.
Kekuatan
Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai
akhirnya benar-benar runtuh pada abad 20. Setelah Perang Dunia I berakhir,
pemerintahan Utsmaniyah yang menerima kekalahan dalam perang tersebut,
mengalami kemunduran di bidang ekonomi.
Kebangkitan Kesultanan (1299-1453)
Pada
pertengahan abad ke-13, Kekaisaran Bizantium yang melemah telah kehilangan
beberapa kekuasaanya oleh beberapa kabilah. Salah satu kabilah ini berada
daerah di Eskişehir, bagian barat Anatolia, yang dipimpin oleh Osman I, anak
dari Ertuğrul, yang kemudian mendirikan Kesultanan Utsmaniyah. Menurut cerita
tradisi, ketika Ertuğrul bermigrasi ke Asia Minor beserta dengan empat ratus
pasukan kuda, beliau berpartisipasi dalam perang antara dua kubu pihak
(Kekaisaran Romawi dan Kesultanan Seljuk). Ertuğrul bersekutu dengan pihak
Kesultanan Seljuk yang kalah pada saat itu dan kemudian membalikkan keadaaan
memenangkan perang. Atas jasa beliau, Sultan Seljuk menghadiahi sebuah wilayah
di Eskişehir.[1] Sepeninggal Ertuğrul pada tahun 1281, Osman I menjadi pemimpin
dan tahun 1299 mendirikan Kesultanan Utsmaniyah.
Osman
I kemudian memperluas wilayahnya sampai ke batas wilayah Kekaisaran Bizantium.
Ia memindahkan ibukota kesultanan ke Bursa, dan memberikan pengaruh yang kuat
terhadap perkembangan awal politik kesultanan tersebut. Diberi nama dengan nama
panggilan "kara" (Bahasa Turki untuk hitam) atas keberaniannya, Osman
I disukai sebagai pemimpin yang kuat dan dinamik bahkan lama setelah beliau
meninggal dunia, sebagai buktinya terdapat istilah di Bahasa Turki "Semoga
dia sebaik Osman". Reputasi beliau menjadi lebih harum juga disebabkan
oleh adanya cerita lama dari abad pertengahan Turki yang dikenal dengan nama
Mimpi Osman, sebuah mitos yang mana Osman diinspirasikan untuk menaklukkan
berbagai wilayah yang menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah.
Pada
periode ini terlihat terbentuknya pemerintahan formal Utsmaniyah, yang bentuk
institusi tersebut tidak berubah selama empat abad. Pemerintahan Utsmaniyah
mengembangkan suatu sistem yang dikenal dengan nama Millet (berasal dari Bahasa
Arab millah ملة), yang mana kelompok agama dan suku minoritas dapat mengurus
masalah mereka sendiri tanpa intervensi dan kontrol yang banyak dari pemerintah
pusat.
Setelah
Osman I meninggal, kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke
bagian Timur Mediterania dan Balkan. Setelah kekalahan di Pertempuran Plocnik,
kemenangan kesultanan Utsmaniyah di Pertempuran Kosovo secara efektif
mengakhiri kekuasaan Kerajaan Serbia di wilayah tersebut dan memberikan jalan
bagi Kesultanan Utsmaniyah menyebarkan kekuasaannya ke Eropa. Kesultanan ini
kemudian mengontrol hampir seluruh wilayah kekuasaan Bizantium terdahulu.
Wilayah Kekaisaran Bizantium di Yunani luput dari kekuasaan kesultanan berkat
serangan Timur Lenk ke Anatolia tahun 1402, menjadikan Sultan Bayezid I sebagai
tahanan.
Sepeninggal
Timur Lenk, Mehmed II melakukan perombakan struktur kesultanan dan militer, dan
menunjukkan keberhasilannya dengan menaklukkan Kota Konstantinopel pada tanggal
29 Mei 1453 pada usia 21 tahun. Kota tersebut menjadi ibukota baru Kesultanan
Utsmaniyah. Sebelum Mehmed II terbunuh, pasukan Utsmaniyah berhasil menaklukkan
Korsika, Sardinia, dan Sisilia. Namun sepeninggalnya, rencana untuk menaklukkan
Italia dibatalkan.
Perkembangan Kerajaan (1453–1683)
Periode
ini bisa dibagi menjadi dua masa: Masa perluasan wilayah dan perkembangan
ekonomi dan kebudayaan (sampai tahun 1566); dan masa stagnasi militer dan
politik Kesultanan Utsmaniyah 1299–1683.
Perluasan Wilayah dan Puncak
Kekuasaan (1453–1566)
Pertempuran Zonchio pada tahun 1499 adalah perang laut
pertama yang menggunakan meriam sebagai senjata di kapal perang, menandakan
kebangkitan angkatan laut Kesultanan Utsmaniyah
Penaklukkan
Konstantinopel oleh Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1453 mengukuhkan status
kesultanan tersebut sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania
Timur. Pada masa ini Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode penaklukkan dan
perluasan wilayah, memperluas wilayahnya sampai ke Eropa dan Afrika Utara; di
bidang kelautan, angkatan laut Utsmaniyah mengukuhkan kesultanan sebagai
kekuatan dagang yang kuat. Perekonomian kesultanan juga mengalami kemajuan
berkat kontrol wilayah jalur perdagangan antara Eropa dan Asia.
Kesultanan
ini memasuki zaman kejayaannya di bawah beberapa sultan. Sultan Selim I
(1512-1520) secara dramatis memperluas batas wilayah kesultanan dengan
mengalahkan Shah Dinasti Safavid dari Persia, Ismail I, di Perang Chaldiran.
Selim I juga memperluas kekuasaan sampai ke Mesir dan menempatkan keberadaan
kapal-kapal kesultanan di Laut Merah.
Serangan ke Wina tahun 1529
Pewaris
takhta Selim, Suleiman yang Agung (1520-15660 melanjutkan ekspansi Selim.
Setelah menaklukkan Beograd tahun 1521, Suleiman menaklukkan Kerajaan Hongaria
dan beberapa wilayah di Eropa Tengah. Ia kemudian melakukan serangan ke Kota
Wina tahun 1529, namun gagal menaklukkan kota tersebut setelah musim dingin
yang lebih awal memaksa pasukannya untuk mundur. Di sebelah timur, Kesultanan
Utsmaniyah berhasil menaklukkan Baghdad dari Persia tahun 1535, mendapatkan
kontrol wilayah Mesopotamia dan Teluk Persia.
Di
bawah pemerintahan Selim dan Suleiman, angkatan laut Kesultanan Utsmaniyah
menjadi kekuatan dominan, mengontrol sebagian besar Laut Mediterania. Beberapa
kemenangan besar lainnya meliputi penaklukkan Tunis dan Aljazair dari Spanyol;
Evakuasi umat Muslim dan Yahudi dari Spanyol ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah
sewaktu inkuisisi Spanyol; dan penaklukkan Nice dari Kekaisaran Suci Romawi
tahun 1543. Penaklukkan terakhir terjadi atas nama Prancis sebagai pasukan
gabungan dengan Raja Prancis Francis I dan Hayreddin Barbarossa, admiral
angkatan laut Turki saat itu. Prancis dan Kesultanan Utsmaniyah, bersatu
berdasarkan kepentingan bersama atas kekuasaan Habsburg di selatan dan tengah
Eropa, menjadi sekutu yang kuat pada masa periode ini. Selain kerjasama
militer, kerjasama ekonomi juga terjadi antar Prancis dan Kesultanan
Utsmaniyah. Sultan memberikan Prancis hak untuk melakukan dagang dengan
kesultanan tanpa dikenai pajak. Pada saat itu, Kesultanan Utsmaniyah dianggap
sebagai bagian dari politik Eropa, dan bersekutu dengan Prancis, Inggris, dan
Belanda melawan Habsburg Spanyol, Italia, dan Habsburg Austria.
Pemberontakan dan Kebangkitan
Kembali(1566–1683)
Sepeninggal
Suleiman tahun 1566, beberapa wilayah kekuasaan kesultanan mulai menghilang.
Kebangkitan kerajaan-kerajaan Eropa di barat beserta dengan penemuan jalur
alternatif Eropa ke Asia melemahkan perekonomian Kesulatanan Utsmaniyah.
Efektifitas militer dan struktur birokrasi warisan berabad-abad juga menjadi
kelemahan dibawah pemerintahan Sultan yang lemah. Walaupun begitu, kesultanan
ini tetap menjadi kekuatan ekspansi yang besar sampai kejadian Pertempuran Wina
tahun 1683 yang menandakan berakhirnya usaha ekspansi Kesultanan Utsmaniyah ke
Eropa.
Kerajaan-kerajaan
Eropa berusaha mengatasi kontrol monopoli jalur perdagangan ke Asia oleh
Kesultanan Utmaniyah dengan menemukan jalur alternatif. Secara ekonomi,
pemasukan Spanyol dari benua baru memberikan pengaruh pada devaluasi mata uang
Kesultanan Utsmaniyah dan mengakibatkan inflasi yang tinggi. Hal ini memberikan
efek negatif terhadap semua lapisan masyarakat Utsmaniyah.
Pertempuran Lepanto tahun 1571
Di
Eropa Selatan, sebuah koalisi antar kekuatan dagang Eropa di Semenanjung Italia
berusaha untuk mengurangi kekuatan Kesultanan Utsmaniyah di Laut Mediterania.
Kemenangan koalisi tersebut di Pertempuran Lepanto (sebetulnya Navpaktos,tapi
semua orang menjadi salah mengeja menjadi Lepanto) tahun 1571 mengakhiri
supremasi kesultanan di Mediterania. Pada akhir abad ke-16, masa keemasan yang
ditandai dengan penaklukan dan perluasan wilayah berakhir.
Serangan kedua Wina tahun 1683
Di medan perang, Kesultanan Utsmaniyah secara perlahan-lahan tertinggal dengan
teknologi militer orang Eropa dimana inovasi yang sebelumnya menjadikan faktor
kekuatan militer kesultanan terhalang oleh konservatisme agama yang mulai
berkembang. Perubahan taktik militer di Eropa menjadikan pasukan Sipahi yang
dulunya ditakuti menjadi tidak relevan. Disiplin dan kesatuan pasukan menjadi
permasalahan disebabkan oleh kebijakan relaksasi rekrutmen dan peningkatan
jumlah Yanisari yang melebihi pasukan militer lainnya
Murad IV (1612-1640), yang menaklukkan Yereva tahun 1635 dan Baghdad tahun 1639
dari kesultanan Safavid, adalah satu-satunya Sultan yang menunjukkan kontrol
militer dan politik yang kuat di dalam kesultanan. Murad IV merupakan Sultan
terakhir yang memimpin pasukannya maju ke medan perang.
Pemberontakan Jelali (1519-1610) dan Pemberontakan Yenisaris (1622)
mengakibatkan ketidakpastian hukum dan pemberontakan di Anatolia akhir abad
ke-16 dan awal abad ke-17, dan berhasil menggulingkan beberapa pemerintahan.
Namun, abad ke-17 bukan hanya masa stagnasi dan kemunduran, tetapi juga
merupakan masa kunci di mana kesultanan Utsmaniyah dan strukturnya mulai
beradaptasi terhadap tekanan baru dan realitas yang baru, internal maupun
eksternal.
Kesultanan Wanita (1530-1660) adalah peridode di mana pengaruh politik dari
Harem Kesultanan sangat besar, di mana ibu dari Sultan yang muda mengambilalih
kekuasaan atas nama puteranya. Hürrem Sultan yang mengangkat dirinya sebagai
pewaris Nurbanu, dideskripsikan oleh perwakilan Wina Andrea Giritti sebagai
wanita yang saleh, berani, dan bijaksana. Masa ini berakhir sampai pada
kekuasaan Sultan Kösem dan menantunya Turhan Hatice, yang mana persaingan
keduanya berakhir dengan terbunuhnya Kösem tahun 1651. Berakhirnya periode ini
digantikan oleh Era Köprülü (1656-1703), yang mana kesultanan pada masa ini
pertama kali dikontrol oleh beberapa anggota kuat dari Harem dan kemudian oleh
beberapa Perdana Menteri (Grand Vizier).
Keadaan Politik Menjelang Keruntuhan
Politik di sini dibagi jadi dua. Pertama politik dalam negeri, yang maksudnya
ialah penerapan hukum Islam di wilayahnya; mengatur mu'amalat, menegakkan hudud
dan sanksi hukum, menjaga akhlak, mengurus urusan rakyat sesuai hukum Islam,
menjamin pelaksanaan syi'ar dan ibadah. Semua ini dilaksanakan dengan tatacara
Islam.
Ada 2 faktor yang membuat khilafah
Turki Utsmani mundur:
Ñ Pertama, buruknya pemahaman Islam.
Ñ Kedua, salah menerapkan Islam.
Sebetulnya, kedua hal di atas bisa diatasi saat kekholifahan dipegang orang
kuat dan keimanannya tinggi, tapi kesempatan ini tak dimanfaatkan dengan baik.
Suleiman II-yang dijuluki al-Qonun, karena jasanya mengadopsi UU sebagai sistem
khilafah, yang saat itu merupakan khilafah terkuat-malah menyusun UU menurut
mazhab tertentu, yakni mazhab Hanafi, dengan kitab Pertemuan Berbagai
Lautan-nya yang ditulis Ibrohimul Halabi (1549)sebagai pedoman dalam hal
syariah dan muamalah sehingga administrasi negara menjadi lebih mudah dan
terstruktur rapi. Padahal khilafah Islam bukan negara mazhab, jadi semua mazhab
Islam memiliki tempat dalam 1 negara dan bukan hanya 1 mazhab.
Dengan tak dimanfaatkannya kesempatan emas ini untuk perbaikan, 2 hal tadi tak
diperbaiki. Contoh: dengan diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya
penyimpangan dalam pengangkatan kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh
UU. Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun, yang jadi
khalifah malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II
(1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV
(1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II
(1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III
(1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788)[5]. Inilah
yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat itu
memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826)[6], sehingga mereka dibubarkan (1785).
Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik dan mazhab perlu penguasa
berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan
kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni.
Ini yang membuat politik luar negeri khilafah-dakwah dan jihad-berhenti sejak
abad ke-17, sehingga Yennisari membesar, lebih dari pasukan dan peawai
pemerintah biasa, sementara pemasukan negara merosot. Ini membuat khilafah
terpuruk karena suap dan korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan
jabatannya untuk jadi penjilat dan penumpuk harta. Ditambah dengan menurunnya
pajak dari Timur Jauh yang melintasi wilayah khilafah, setelah ditemukannya
jalur utama yang aman, sehingga bisa langsung ke Eropa. Ini membuat mata uang
khilafah tertekan, sementara sumber pendapatan negara seperti tambang, tak bisa
menutupi kebutuhan uang yang terus meningkat.
Paruh kedua abad ke-16, terjadilah krisis moneter saat emas dan perak diusung
ke negeri Laut Putih Tengah dari Dunia Baru lewat kolonial Spanyol. Mata uang
khilafah saat itu terpuruk; infasi hebat. Mata uang Baroh diluncurkan khilafah
tahun 1620 tetap gagal mengatasi inflasi. Lalu keluarlah mata uang Qisry di
abad ke-17[8]. Inilah yang membuat pasukan Utsmaniah di Yaman memberontak pada
paruh kedua abad ke-16. Akibat adanya korupsi negara harus menanggung utang 300
juta lira.
Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah dan
jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar negeri
hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid
I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di
al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia (1788). Sultanpun meminta
Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab
itu tiap hari.
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal
Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia,
Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572)
menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni
Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi
Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah
kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya
mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul
khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia,
Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas;
masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan
wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah
Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Menghadapi kemerosotan itu, khilafah telah melakukan reformasi (abad ke-17,
dst). Namun lemahnya pemahaman Islam membuat reformasi gagal. Sebab saat itu
khilafah tak bisa membedakan IPTek dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat
munculnya struktur baru dalam negara, yakni perdana menteri, yang tak dikenal
sejarah Islam kecuali setelah terpengaruh demokrasi Barat yang mulai merasuk ke
tubuh khilafah. Saat itu, penguasa dan syaikhul Islam mulai terbuka terhadap
demokrasi lewat fatwa syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk
Dewan Tanzimat (1839 M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya
beberapa UU, seperti UU Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah
rumusan Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi
dan kewenangan kholifah.
Konspirasi Menghancurkan Khilafah
Gerakan misionaris
Di dalam negara, ahlu dzimmah-khususnya orang Kristen-yang mendapat hak
istimewa zaman Suleiman II, akhirnya menuntut persamaan hak dengan muslimin.
Malahan hak istimewa ini dimanfaatkan untuk melindungi provokator dan intel
asing dengan jaminan perjanjian antara khilafah dengan Bizantium (1521),
Prancis (1535), dan Inggris (1580). Dengan hak istimewa ini, jumlah orang
Kristen dan Yahudi meningkat di dalam negeri. Ini dimanfaatkan misionaris-yang
mulai menjalankan gerakan sejak abad ke-16. Malta dipilih sebagai pusat
gerakannya. Dari sana mereka menyusup ke Suriah(1620) dan tinggal di sana
sampai 1773. Di tengah mundurnya intelektualitas Dunia Islam, mereka mendirikan
pusat kajian sebagai kedok gerakannya. Pusat kajian ini kebanyakan milik
Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat, yang digunakan Barat untuk mengemban
kepemimpinan intelektualnya di Dunia Islam, disertai serangan mereka terhadap
pemikiran Islam. Serangan ini sudah lama dipersiapkan orientalis Barat, yang mendirikan
Pusat Kajian Ketimuran sejak abad ke-14.
Gerakan misionaris dan orientalis itu merupakan bagian tak terpisahkan dari
imperialisme Barat di Dunia Islam. Untuk menguasainya - meminjam istilah Imam
al-Ghozali - Islam sebagai asas harus hancur, dan khilafah Islam harus runtuh.
Untuk meraih tujuan pertama, serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk
menyerang pemikiran Islam; sedangkan untuk meraih tujuan kedua, mereka
hembuskan nasionalisme dan memberi stigma pada khilafah sebagai Orang Sakit.
Agar kekuatan khilafah lumpuh, sehingga agar bisa sekali pukul jatuh, maka
dilakukanlah upaya intensif untuk memisahkan Arab dengan lainnya dari khilafah.
Dari sinilah, lahir gerakan patriotisme dan nasionalisme di Dunia Islam. Malah,
gerakan keagamaan tak luput dari serangan, seperti Gerakan Wahabi di Hijaz.
Gerakan nasionalisme dan separatisme
Nasionalisme dan separatisme telah dipropagandakan negara-negara Eropa seperti
Inggris, Prancis, dan Rusia. Itu bertujuan untuk menghancurkan khilafah Islam.
Keberhasilannya memakai sentimen kebangsaan dan separatisme di Serbia,
Hongaria, Bulgaria, dan Yunani mendorongnya memakai cara sama di seluruh
wilayah khilafah. Hanya saja, usaha ini lebih difokuskan di Arab dan Turki.
Sementara itu, KeduBes Inggris dan Prancis di Istambul dan daerah-daerah basis
khilafah-seperti Baghdad, Damsyik, Beirut, Kairo, dan Jeddah-telah menjadi
pengendalinya. Untuk menyukseskan misinya, dibangunlah 2 markas. Pertama,
Markas Beirut, yang bertugas memainkan peranan jangka panjang, yakni mengubah
putra-putri umat Islam menjadi kafir dan mengubah sistem Islam jadi sistem
kufur. Kedua, Markas Istambul, bertugas memainkan peranan jangka pendek, yaitu
memukul telak khilafah.
KeduBes negara Eropapun mulai aktif menjalin hubungan dengan orang Arab. Di
Kairo dibentuk Partai Desentralisasi yang diketuai Rofiqul 'Adzim. Di Beirut,
Komite Reformasi dan Forum harfiah dibentuk. Inggris dan Prancis mulai menyusup
ke tengah orang Arab yang memperjuangkan nasionalisme. Pada 8 Juni 1913, para
pemuda Arab berkongres di Paris dan mengumumkan nasionalisme Arab. Dokumen yang
ditemukan di Konsulat Prancis Damsyik telah membongkar rencana pengkhianatan
kepada khilafah yang didukung Inggris dan Prancis.
Di Markas Istambul, negara-negara Eropa tak hanya puas merusak putra-putri umat
Islam di sekolah dan universitas lewat propaganda. Mereka ingin memukul
khilafah dari dekat secara telak. Caranya ialah mengubah sistem pemerintahan
dan hukum Islam dengan sistem pemerintahan Barat dan hukum kufur. Kampanye
mulai dilakukan Rasyid Pasha, MenLu zaman Sultan Abdul Mejid II (1839). Tahun
itu juga, Naskah Terhormat(Kholkhonah)-yang dijiplak dari UU di
Eropa-diperkenalkan. Tahun 1855, negara-negara Eropa-khususnya Inggris-memaksa
khilafah Utsmani mengamandemen UUD, sehingga dikeluarkanlah Naskah Hemayun (11
Februari 1855). Midhat Pasha, salah satu anggota Kebatinan Bebas diangkat jadi
perdana menteri (1 September 1876). Ia membentuk panitia Ad Hoc menyusun UUD
menurut Konstitusi Belgia. Inilah yang dikenal dengan Konstitusi 1876. Namun,
konstitusi ini ditolak Sultan Abdul Hamid II dan Sublime Port-pun enggan
melaksanakannya karena dinilai bertentangan dengan syari'at. Midhat Pashapun
dipecat dari kedudukan perdana menteri. Turki Muda yang berpusat di
Salonika-pusat komunitas Yahudi Dunamah-memberontak (1908). Kholifah
dipaksanya-yang menjalankan keputusan Konferensi Berlin-mengumumkan UUD yang
diumumkan Turki Muda di Salonika, lalu dibukukanlah parlemen yang pertama dalam
khilafah Turki Utsmani (17 November 1908). Bekerja sama dengan syaikhul Islam,
Sultan Abdul Hamid II dipecat dari jabatannya, dan dibuang ke Salonika. Sejak
itu sistem pemerintahan Islam berakhir.
Tampaknya Inggris belum puas menghancurkan khilafah Turki Utsmani secara total.
Perang Dunia I (1914) dimanfaatkan Inggris menyerang Istambul dan menduduki
Gallipoli. Dari sinilah kampanye Dardanella yang terkenal itu mulai
dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk
mendongkrak popularitas Mustafa Kemal Pasha-yang sengaja dimunculkan sebagai
pahlawan pada Perang Ana Forta (1915). Ia-agen Inggris, keturunan Yahudi
Dunamah dari Salonika-melakukan agenda Inggris, yakni melakukan revolusi kufur
untuk menghancurkan khilafah Islam. Ia menyelenggarakan Kongres Nasional di
Sivas dan menelurkan Deklarasi Sivas (1919 M), yang mencetuskan Turki merdeka
dan negeri Islam lainnya dari penjajah, sekaligus melepaskannya dari wilayah
Turki Utsmani. Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dll mendeklarasikan konsensus
kebangsaan sehingga merdeka. Saat itu sentimen kebangsaan tambah kental dengan
lahirnya Pan-Turkisme dan Pan Arabisme; masing-masing menuntut kemerdekaan dan
hak menentukan nasib sendiri atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.
Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani
Sejak tahun 1920, Mustafa Kemal Pasha menjadikan Ankara sebagai pusat aktivitas
politiknya. Setelah menguasai Istambul, Inggris menciptakan kevakuman politik,
dengan menawan banyak pejabat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa
sehingga bantuan kholifah dan pemerintahannya mandeg. Instabilitas terjadi di
dalam negeri, sementara opini umum menyudutkan kholifah dan memihak kaum
nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan Mustafa Kemal Pasha untuk membentuk Dewan
Perwakilan Nasional - dan ia menobatkan diri sebagai ketuanya - sehingga ada 2
pemerintahan; pemerintahan khilafah di Istambul dan pemerintahan Dewan
Perwakilan Nasional di Ankara. Walau kedudukannya tambah kuat, Mustafa Kemal
Pasha tetap tak berani membubarkan khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya
mengusulkan konsep yang memisahkan khilafah dengan pemerintahan. Namun, setelah
perdebatan panjang di Dewan Perwakilan Nasional, konsep ini ditolak.
Pengusulnyapun mencari alasan membubarkan Dewan Perwakilan Nasional dengan
melibatkannya dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah memuncaknya
krisis, Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat Mustafa Kemal
Pasha sebagai ketua parlemen, yang diharap bisa menyelesaikan kondisi kritis
ini.
Setelah resmi dipilih jadi ketua parlemen, Pasha mengumumkan kebijakannya,
yaitu mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin seorang presiden
yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen
sebagai presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah yang
telah terkorupsi terintangi. Ia dianggap murtad, dan rakyat mendukung Sultan
Abdul Mejid II, serta berusaha mengembalikan kekuasaannya. Ancaman ini tak
menyurutkan langkah Mustafa Kemal Pasha. Malahan, ia menyerang balik dengan
taktik politik dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik
ialah pengkhianat bangsa dan ia melakukan teror untuk mempertahankan sistem
pemerintahannya. Kholifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus
dienyahkan.
Setelah suasana negara kondusif, Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan
Perwakilan Nasional. Tepat 3 Maret 1924 M, ia memecat kholifah, membubarkan
sistem khilafah, dan menghapuskan sistem Islam dari negara. Hal ini dianggap
sebagai titik klimaks revolusi Mustafa Kemal Pasha.
2.
Kerajaan Mughal (India)
Kemaharajan Mughal adalah sebuah
kerajaan yang pada masa jayanya memerintah Afganistan, Balochistan, dan
kebanyakan anak benua India antara 1526 dan 1857. Kerajaan ini didirikan oleh
pemimpin Mongol, Barbur, pada 1526, ketika dia mengalahkan Ibrahim Lodi, Sultan
Delhi terakhir pada Pertempuran pertama Panipat. Kata mughal adalah versi
Indo-Aryan dari Mongol. Agama rakyat Mughal adalah Islam.
Kerajaan ini sebagian besar
ditaklukkan oleh Sher Shah pada masa Humayun, namun di bawah Akbar, kerajaan
ini tumbuh pesat, dan terus berkembang sampai akhir pemerintahan Aurangzeb.
Jahangir, anak Akbar, memerintah kerajaan ini antara 1605-1627. Pada Oktober
1627 Shah Jahan, anak dari Jahangir mewariskan tahta dan kerajaan yang luas dan
kaya di India. Pada abad tersebut, ini mungkin merupakan kerajaan terbesar di
dunia. Kaisar Mughal Shah Jahan, memerintahkan pembangunan Taj Mahal antara
1630-1653 di Agra, India.
Setelah kematian Aurangzeb pada
1707, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran, meskipun tetap berkuasa selama
150 tahun berikutnya. Pada 1739 dia dikalahkan oleh pasukan dari Persia
dipimpin oleh Nadir Shah. Pada 1756 pasukan Ahmad Shah merampok Delhi lagi.
Kerajaan Britania akhirnya membubarkannya pada 1857 bersama Kekaisaran
Humayunis.
Kerajaan Mughal mencapai jaman
keemasan semasa Raja Akbar, persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi
dengan baik dan mengadakan ekspansi sehingga dapat menguasai Chudar, Ghond,
Chitor, Ranthabar, kalinjar, Gujarat, surat, Bihar, Bengal Orissa, Kashmir,
Gawilgarth, Ahmadnagar, Narhala dan Ashirgah. Semua yang dikuasai kerajaan
tersebut diperintah dalam suatu pemerintah militeristik.
Kemajuan – kemajuan kerajaan mughal
diantaranya:
Di bidang Ekonomi, mengembangkan
program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Masalah sumber keuangan
Negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian
Di bidang seni dan budaya misalnya
karya sastra gubahan penyair istana, penyair yang terkenal yaitu Malik Muhammad
Jayazi dengan karyanya padmavat (karya yang mengandung pesan kebajikan jiwa
manusia), karya-karya arsitektur seperti istana fatpur Sikri di Sikri, vila dan
masjid-masjid
Pada tahun 1858 M kerajaan Mughal
juga mengalami kemerosotan, penyebabnya antara lain:
·
Kemerosotan
moral dan para pejabatnya bermewah-mewahan
·
Pewaris
kerajaan dalam kepemimpinannya sangat lemah dan
·
Kekuatan
mililernya juga lemah.
3.
Kerajaan Safawi (Persia)
Safawi adalah sebuah nama kerajaan
Islam di Persia yang memerintah tahun 1501 – 1722, yang berhasil memajukan
dunia Islam kembali dari kemunduran, kendatipun tidak setara dengan kemajuan
yang dicapai oleh kerajaan Umawiyah di spanyol dan Abbasiyah di Baghdad, khusus
di bidang ilmu pengetahuan. Ia memberi ciri nasionalisme kepada bangsa Iran
dengan identitas baru, yaitu aliran Syi'ah yang menjadi landasan bagi
perkembangan nasionalisme Iran abad modern
Sejarah safawi bermula dari
perjuangan Safi al-Din Ishak al-ardabily (1252 – 1334) pendiri dan pemimpin
tarekat Safawiyah. Dalam dekade 1301 – 1447 M gerakan Safawi bercorak murni
keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarananya. Jumlah pengikutnya
semakin besar. Karena tidak mencampuri politik, gerakannya dapat berjalan
dengan aman baik pada masa kekuasaan Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur
Lenk.
Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi
memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika
Utara. Mahdiyah di Sudan dan Maturidiyah serta Naksyabandiyah di Rusia. Sebagai
gerakan politik dimulai di bawah pimpinan Junaid ibnu Ali. Akibatnya, Safawi
mulai terlibat konflik-konflik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada di
Persia waktu itu, misalnya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan Koyonlo
(domba hitam) yang bermazhab syi'ah dan dengan kerajaan ak-Koyonlo (domba
putih) yang bermazhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena kegiatan
politiknya, Junaid mendapat tekanan berta dari Raja Kara Koyonlo di daerah
Ardabil, sehingga ia terpaksa meninggalkan daerah tersebut dan meminta suaka
politik dengan raja Ak-Koyonlo. Di antara kegiatan politik yang penting
dilakukan Safawi dalam dekade ini adalah penyerangan militer guna mendapat
wilayah untuk dijadikan sebagai basis gerakan dan mengadakan aliansi politik
dengan Raja Ak-Koyonlo, Uzun Hasan. Walaupun sampai pada masa pimpinan Haidar
Ibnu unaid, Safawi belum dapat mewujudkan cita-citanya, namun ia sempat
memberikan suatu atribut kepada para pendukungnya dengan serba merah yang ebrumbai
dua belas, sehingga mereka terkenal dengan sebutan Qizilbas (Kepala Merah).
Rumbai dua belas yang melambang Syi'ah Isna 'Asyariyah (Dua Belas Imam)
mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi
para pengikut Syi'ah dengan pemimpinnya. Puncak gerakan Safawi terjadi pada
masa pimpinan Ismail Ibnu Haidar, adik dari Ali Ibnu Haidar. Ia beruasaha
memanfaatkan kedudukannya sebagai Mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan
politiknya. Secara sembunyi-sembunyi ia menjalin hubungan yang erat dengan
seluruh pengikutnya.
Dalam waktu kurang lebih lima tahun,
ia berhasil menghimpun kekuatan yang cukup besar. Setelah berhasil menaklukan
Syirwan, ia bergerak menuju Ak-Koyonlo. Dalam suatu peperangan yang sengit di
Sharur dekat Nackhchiwan tahun 1501 ia berhasil memenangkan peperangan dengan
gemilang, sehingga pada tahun itu juga ia memasuki kota Tebrez seraya
memproklamasikan berdirinya kerajaan Safawi dengan ia sendiri sebagai Syahnya
yang pertama dan menetapkan Syi'ah Dua Belas sebagai agama resmi kerajaan
Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai kerajaan dan
ditetapkan pula Syi'ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah Persia dari
pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya.
Kemajuan kerajaan safawi sudah dimulai
sejak Syah Abbas yang Agung (1587 – 1629), Syah kelima dari kerajaan Safawi,
baik di bidang politik, militer maupun ekonomi dan pembangunan, kecuali di
bidang sains, teknologi, hukum dan filsafat yang kurang maju. Menjelang
kehancurannya, kerajaan Safawi secara formal diperintah oleh empat orang Syah,
yaitu Syah dari Safi Mirza (1629 – 1667 M), Syah Sulaiman (1667 – 1694 M), Syah
Husain (1694 – 1722 M) sebagai raja terakhir. Dari keempat raja tersebut yang
berhasil menahan kemerosotan kerajaan hanya Syah Abbas II, sedangkan ketiga
Syah lainnya tidak berdaya.
Suatu ajaran agama yang dipegang
secara fanatic biasanya kerap kali menimbulkan keinginan untuk berkuasa.
Keinginan memasuki dunia politik ini mendapat kesempatana pada masa
kepemimpinana Juneid (1447-1460). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan
menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Hal ini menimbulkan
konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (dimba hitam). Dalam konflik
tersebut, Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Selama pengasingan,
Juneid menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi dengan Uzun Hasan. Pada
1459 M, ia berusaha merebut Ardabil,tetapi gagal. Pada 1460 M, ia berusaha
merebut Sircassia tetapi gagal dan terbunuh.
Haidar adalah anak Juneid yang resmi
menggantikannya pada tahun 1470 M yang kemudian menikah dengan slah satu putrid
Uzur Hasan. Dari pernikahan inilah akan lahir Ismail yang kelak akan menjadi
pendiri Kerajaan safawi di Persia.
Kemenangan AK Koyunlu membuat
gerakan militer Safawi yang dipimpin Haidar sebagai rival politik dalam meraih
kekuasaan selanjutnya, padahal AK Koyunlu adalah sekutu Safawi. AK Koyunlu
berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Ali, putra
dan pengganti Haidar didesak untuk membalas kematian ayahnya terhadap AK
Koyunlu,tetapi pemimpin AK Koyunlu dapat menangkap Ali, Ibrahim dan Ismail di
Fars. Mereka dibebaskan dengan syarat membantu Rustam untuk memerangi saudara
sepupunya, tetapi kemudian Rustam berkhianat dan membubuh Ali.
Kepemimpinan Safawi selanjutnya
berada di tangan Ismail. Selama lima tahun di Gilan, Ismail mempersiapkan
kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya yang kemudian bersatu
membentuk pasukan QIZILBASH (baret merah). Pada 1501 M pasukan Qizilbash
menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu dan terus berusaha memasuki dan
menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil mendudukinya. Disinilah
Ismail memproklamirkan diri sebagai raja pertama dinasti Safawi yang kemudian
disebut Ismail I. Ia berkuasa selama 23 tahun (1501-1524 M). Dalam waktu
sepuluh tahun ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Hanya dalam masa
sepuluh tahun wilayah kekuasaannya sudah meliputi Persia dan bagian timur Bulan
Sabit Subur. Ambisi politik mendorongnya untuk mengembangkan sayap menguasai
daerah-daerah lainnya bahkan ke Turki Usmani. Ismail mengahadapi musuh yang
kuat dan membenci golongan Syi’ah. Peperangan antara Safawi dan Turki Usmani
terjadi pada 1514 M di Chaldiran dekat Tabriz yang menyebabakan Safawi
mengalami kekalahan sehinnga Tabriz dapat dikuasai oleh Turki Usmani.
Kekalahan tersebut meruntuhkan
kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail sehingga ia lebih senang menyendiri,
berburu dan hura-hura. Hal ini mengakibatkan terjadinya persaingan segitiga
antara suku-suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia, dan Qizilbash untuk
merebut pengaruh dalam memimpin Safawi.
Keadaan ini baru dapat diatasi setelah Safawi dipimpin oleh Raja Abbas I yang
memerintah dari tahun 1588-1628 M. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I
dalam memulihkan kerajaan Safawi adalah dengan cara :
Ø Menghilangkan dominasi pasukan
Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan
budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan
sircassia.
Ø Mengadakan perjanjian damai dengan
Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah
pertama dalam Islam ( Abu Bakar, Umar, Usman ) dalam khotbah Jumatnya.
Usaha-usaha tersebut berhasil
membuat Safawi kembali kuat. Abbas I kemudian memusatkan perhatiannya untuk
merebut kembali daerah kekuasaan yang hilang. Pada masa kekuasaan abbas I
merupakan masa kejayaan dinasti Safawi. Kemajuan-kemajuan yang berhasil dicapai
antara lain :
Secara politik ia mampu mengatasi
kemelut didalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut
wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya.
Dalam bidang ekonomi terjadi
perkembangan ekonomi yang pesat setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan
Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar ini merupakan
salah satu jalur dagang antaraTimur dan Barat. Selain itu Safawi juga mengalami
kemajuan sector pertanian terutama didaerah Bulan sabit subur (fortile
crescent).
Dalam bidang ilmu pengetahuan.
Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa ilmuwan yang hadir di majlis istana
antara lain, Baha al-Din (generalis iptek), Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad
(teolog,filosof,observatory kehidupan laba-laba). Dalam bidang ilmu
pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan
Turki Usmani.
Dalam bidang Pembangunan Fisik dan
Seni. Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota yang sangat indah.
Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit,
sekolah, jembatan rakasasa di atas Zende Rudd an istana Chilil Sutun. Dalam hal
seni, terdapat dalam kemajuan pada arsitektur bangunan yang terlihat pada
mesjid Shah yang dibangun pada 1611 M dan mesjid Lutf Allah yang dibangunpada
1603 M. Terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik,
karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dll.seni lukis mulai
dirintis pada masa raja Tahmasp I.
Demikiankah bentuk-bentuk kemajuan
yang dicapai kerajaan Safawi hingga kemudian berangsur mengalami kemunduran.
Kemajuan yang dicapai Safawi menjadikannya sebagai slah satu kerajaan besar
yang disegani lawan politik dan militernya. Kerajaan ini juga telah memberikan
kontribusinya dalam mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam
bidang ekonmi, peninggalan seni, dan gedung bersejarah.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Safawi
Sepeninggal Abbas I, Safawi
diperintah oleh enam raja berturut-turut tetapi tidak menunjukkan adanya kenaikan
yang berarti tetapi menunjukkan kemunduran yang membawa pada kehancuran. Safi
Mirza adalah cucu Abbas I yang merupakan pemimpin yang lemah dan sangat kejam
terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Abbas II adalah raja yang suka
minum-minuman keras sehingga jatuh sakit dan meninggal. Sulaiman juga seorang
pemabuk.dan bersikap kejam terhadap pembesar yang dicurigainya. Sehingga rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Shah Husein yang menggantikannya
memberi kekuasaan yang besar terhadap para ulama Syi’ah untuk memaksakan
kehendak terhadap ulama Sunni sehingga menimbulkan kemarahan golongan Sunni
Afghanistan sehingga memberontak dan berhasil menghancurkan kekuasaan dinasti
Safawi.
Sebab-sebab kemunduran Safawi antara
lain :
·
Konflik
panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab
antara kedua kerajaan.
·
Adanya
dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin Safawi.
·
Pasukam
Ghulam yang dibentuk abbas I tidak memiliki semangat perang seperti Qilzibash
yang dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlati dan tidak
melalui proses pendidikan rohani.
·
Seringnya
terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana.
B. Perkembangan di Bidang Politik, Sosial-Ekonomi,
Kebudayaan, dan Pendidikan
Sesungguhnya Eropa banyak berhutang
budi pada Islam karena banyak sekali peradaban Islam yang mempengaruhi Eropa,
seperti dari spanyol, perang salib dan sisilia. Spanyol sendiri merupakan
tempat yang paling utam bagi Eropa dalam menyerap ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam, baik dalam bentuk politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan
pendidikan. Beberpa perkembangan Islam antara lain sebagai berikut.
· Bidang politik
Terjadi balance of power karena di
bagian barat terjadi permusuhan antara bani Umayyah II di Andalusia dengan
kekaisaran karoling di Perancis, sedangkan di bagian timur terjadi perseteruan
antara bani Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium timur di semenanjung Balkan.
Bani Abbasyah juga bermusuhan dengan Bani Umayyah II dalam perebutan kekuasaan
pada tahun 750 M. Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium
timur dalam memperebutkan Italia. Oleh karena itu terjadilah persekutuan antara
Bani Abbasyah dengan kekaisaran Karoling, sddangkan bani Umayyah II bersekutu
dengan Byzantium Timur. Persekutuan baru berakhir setelah terjadi perang salib
(1096-1291)
· Bidang Sosial Ekonomi
Islam telah menguasai Andalusia pada
tahun 711 M dan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Keadaan ini mempunyai
pengaruh besar terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti telah menguasai daerah
timur tengah yang ketika itu menjadi jalur dagan dari Asia ke Eropa. Saat itu
perdagangan ditentukan oleh negara-negara Islam. Hal ini menyebabkan mereka
menemukan Asia dan Amerika
· Bidang Kebudayaan
Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa
dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan Babilonia. Tokoh
tokoh yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan saat itu antara lain
sebagai berikut.
a. Al Farabi (780-863M)
Al Farabi mendapat gelar guru kedua
(Aristoteles digelari guru pertama). Al Farabi mengarang buku, mengumpulkan dan
menerjemahkan buku-buku karya aristoteles
b. Ibnu Rusyd (1120-1198)
Ibnu Rusyd memiliki peran yang
sangat besar sekali pengaruhnya di Eropa sehingga menimbulkan gerakan Averoisme
(di Eropa Ibnu Rusyd dipanggil Averoes) yang menuntut kebebasan berfikir.
Berawal dari Averoisme inilah lahir roformasi pada abad ke-16 M dan
rasionalisme pada abad ke-17 M di Eropa. Buku-buku karangan Ibnu Rusyd kini
hanya ada salinannya dalam bahasa latin dan banyak dijumpai di
perpustakaan-perpustakaan Eropa dan Amerika. Karya beliau dikenal dengan
Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.
c. Ibnu Sina (980-1060 M)
Di Eropa, Ibnu Sina dikenal dengan
nama Avicena. Beliau adalah seorang dokter di kota Hamazan Persia, penulis
buku-buku kedokteran dan peneliti berbagai penyakit. Beliau juga seorang filsuf
yang terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau wahdatul wujud.
Ibnu Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya yang terkenal dan
penting dalam dunia kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang menjadi suatu
rujukan ilmu kedokteran.
d. Fuzuli
Dengan karyanya yang berjudul
Shikeyetname atau pengasuan. Ia tinggal di Irak dan wafat tahun 1556.
e. Jalaluddin Ar Rumi yang
mendapat gelar Maulana atau tuan kami
Dengan karyanya Diwan Syams-I Tabriz
yaitu kumpulan puisi yang terdiri dari 33.000 bait dan Masnawi yang terdiri
dari 26.660 dan dibuat dalam waktu 10 tahun. Ia lahir di Afganistan tahun 1207
M dan wafat di Turki tahun 1273 M
f. Sa’adi Syiraj
Yaitu sastrawan dari Persia dengan
karyanya yang berjudul Bustan atau kebun buah dan Gulistan yang berisi tentang
kata-kata mutiara, kisah-kisah, nasehat-nasehat, renungan dan humor.
g. Fariduddin Al Attar
Dengan karyanya Mantiq At Tair atau
musyawarah bunga, Tadzkiratul Auliya dan Pend Namah atau kitab nasihat.
h. Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar
Raniri dan Syamsudin Pasai, sunan kalijaga, sunan Bonang dan Kiageng Selo.
Karya-karya mereka berisi tentang nasehat-nasehat agama
·
Bidang Pendidikan
Banyak pemuda Eropa yang belajar di
universitas-unniversitas Islam di Spanyol seprti Cordoba, Sevilla, Malaca,
Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas-universitas tersebut,
mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan
itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan seklah
dan universitas yang sama. Universitas yang pertama kali berada di Eropa ialah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213 M dan pada akhir zaman
pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut
diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat
Banyak gambaran berkembangnya Eropa
pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalm bidang ilmu pengetahuan,
tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik. Hal-hal tersebut antara lain
sebagai berikut.
· Seorang sarjana Eropa, petrus
Alfonsi (1062 M) belajar ilmu kedokteran pada salah satu fakultas kedokteran di
Spanyol dan ketika kembali ke negerinya Inggris ia diangkat menjadi dokter
pribadi oleh Raja Henry I (1120 M). Selain menjadi dokter, ia bekerja sama
dengan Walcher menyusun mata pelajaran ilmu falak berdasarkan pengetahuan sarjan
dan ilmuwan muslim yang didapatnya dari spanyol. Demikin juga dengan Adelard of
Bath (1079-1192 M) yang pernah belajar pula di Toledo dan setelah ia kembali ke
Inggris, ia pun menjadi seorang sarjan yang termasyhur di negaranya
· Cordoba mempunyai perpustakaan yang
berisi 400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan
· Seorang pendeta kristen Roma dari
Inggris bernama Roger Bacon (1214-1292 M) mempelajari bahasa Arab di Paris
(1240-1268 M). Melalui kemampuan bahasa Arab dan bahasa latin yang dimilikinya,
ia dapat membaca nasakah asli dan menterjemahkannya ke dalam berbagai ilmu
pengetahuan, terutama ilmu pasti. Buku-buku asli dan terjemahan tersebut
dibawanya ke Universitas Oxford Inggris. Sayangnya, penerjemahan tersebut di akui
sebagai karyanya tanpa menyebut pengarang aslinya. Diantara bukuyang
diterjemahkan antara lain adalah Al Manzir karya Ali Al Hasan Ibnu Haitam
(965-1038 M). Dalam buku itu terdapat teori tentang mikroskop dan mesiu yang
banyak dikatakan sebagai hasil karya Roger Bacon.
· Seorang sarjana berkebangsaan
Perancis bernama Gerbert d’Aurignac (940-1003 M) dan pengikutnya, Gerard de
Cremona (1114-1187 M) yang lahir di Cremona, Lombardea, Italia Utara, pernah
tinggal di Toledo, Spanyol. Dengan bantuan sarjana muslim disana , ia berhasil
menerjemahkan lebih kurang 92 buah buku ilmiah Islam ke dalam bahasa latin. Di
antara karya tersebut adalah Al Amar karya Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria Ar
Razi (866-926 M) dan sebuah buku kedokteran karangan Qodim Az Zahrawi serta
buku Abu Muhammad Al baitar berisi tentang tumbuhan. Sarjana-sarjana muslim
tersebut mengajarkan penduduk non muslim tanpa membeda-bedakan agama yang
mereka anut
· Apabila kerajaan-kerajaan non muslim
mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam, maka yang terjadi adalah pembumihangusan
kebudayaan Islam dan pembantaian kaum muslim. Akan tetapi, apabila
kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai kerajaan non muslim, maka penduduk
negeri tersebut diperlakukan dengan baik. Agama dan kebudayaan merekapun tidak
terganggu
· Banyak sarjana-sarjana muslim yang
berjasa karena telah meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan, bahkan karya
mereka diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa meskipun ironisnya diakui sebagai
karya mereka sendiri.
Akibat atau pengaruh dari
perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini menimbulkan kajian filsafat Yunani di
Eropa secara besar-besaran dan akhirnya menimbulkan gerakan kebangkitan atau
renaissans pada abad ke-14. berkembangnya pemikiran yunani ini melalui
karya-karya terjemahan berbahasa arab yang kemudian diterjemahkan kembali ke
dalam bahasa latin. Disamping itu, Islam juga membidani gerakan reformasi pada
abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan aufklarung atau pencerahan
pada abad ke-18 M.
Nasib kaum muslim di Spanyol
sepeninggal Abu Abdullah Muhammad dihadapakan pada beberapa pilihan antara lain
masuk ke dalam kristen atau meninggalkan spanyol. Bangunan-bangunan bersejarah
yang dibangun oleh Islam diruntuhkan dan ribuan muslim mati terbunuh secara
tragis. Pada tahun 1609 M, Philip III mengeluarkan undang-undang yang berisi
pengusiran muslim secara pakasa dari spanyol. Dengan demikian, lenyaplah Islam
dari bumi Andalusia, khusunya Cordoba yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan di barat sehingga hanya menjadi kenangan
BAB 3: KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Perkembangan Islam, mengalami dua
fase yaitu fase kemajuan dan fase kemunduran. Fase kemajuan terjadi pada tahun
650 -1250 M yang ditandai dengan sangat luasnya kekuasaan Islam, ilmu dan sain
mengalami kemajuan dan penyatuan antar wilayah Islam dan fase kemunduran
terjadi pada tahun 1250 – 1500 M yang ditandai dengan kekuasaan Islam
terpecah-pecah dan menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah pisah.
B. SARAN
1.
Sebaiknya, kita harus lebih memahami lagi tentang sejrah perkembangan Islam
khususnya pada abad pertengahan.
2.
Sebaiknya, kita juga harus
melestarikan budaya-budaya Islam yang berkembang khususnya ditanah air kita
agar tidak punah.
3.
Sebaiknya, kita harus lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar tidak
mengalami kehancuran seperti akibat godaan setan yang terkutuk.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar